"Seandainya sekarang Anda tidak memiliki uang tabungan. Penghasilan pun
kurang dari 5 juta sebulan. Apakah Anda bisa mendapatkan uang 50 juta, jam
9 esok hari?" Saat saya menanyakan pertanyaan ini kepada peserta seminar,
hampir semua menjawab, tidak bisa. Kenapa? Karena mereka mengukur
kemampuannya berdasarkan kondisi normal mereka. Dengan penghasilan 5 juta
perbulan, jika saving-nya 2 juta perbulan, maka perlu 25 bulan untuk
mendapatkan 50 juta.
Bagaimana jika pertanyaan saya ubah? Seandainya, malam hari ini,
anak Anda atau orang yang paling Anda sayangi mendadak sakit keras. Dokter
mendiagnosa ada sebuah tumor ganas yang harus dioperasi besok juga, jika
tidak, maka nyawanya akan melayang. Sedangkan operasi hanya bisa
dilaksanakan jika Anda menyerahkan uang tunai sejumlah 5 juta rupiah
sebelum jam 9 esok hari. Bagaimana? Apakah Anda masih akan mengatakan tidak
bisa? Mayoritas akan menjawab, "Harus bisa". Kenapa? Karena kepepet, jika
tidak, nyawa orang yang kita cintai tsb akan melayang.
Jadi sebenarnya jika dalam kondisi yang kepepet dan tidak
diberikan pilihan untuk "tidak bisa", manusia akan mencari jalan untuk
berpikir "bagaimana harus bisa". Tetapi kenapa sukses, kaya, membahagiakan
orang tua atau keluarga, seolah bukan suatu kebutuhan yang mendesak?
Sesungguhnya manusia telah diciptakan dengan potensi luar biasa, di luar
apa yang kita pikirkan. Hanya saja potensi tersebut seringkali hanya akan
keluar pada kondisi terdesak, seperti seorang nenek bisa melompat dari
gedung setinggi 5 meter, saat kebakaran.
KEPEPET VS IMING-IMING
Ada 2 sebab yg membuat orang tak tergerak untuk berubah. Yang
pertama adalah impiannya kurang kuat, yang kedua tidak kepepet. Dua hal
tersebut yang seringkali disebut orang sebagai motivasi. Kesalahan fatal
yang timbul oleh sebagian besar motivator ataupun trainer motivasi lainnya
adalah hanya menggunakan impian sebagai 'iming-iming' untuk menggerakkan
audiens. "Apa Impian anda? Siapa yang impiannya punya mobil mewah? Rumah
mewah? atau bahkan kapal pesiar?" Memang, saat di ruang seminar, mereka
sangat terbawa dan termotivasi oleh sang motivator. Tapi masalahnya,
sepulang dari seminar, mereka dihantam kemalasan, mungkin juga
halangan-halangan bahkan seringkali oleh orang-orang yang mereka sayangi.
Apa jadinya? Mereka tetap diam ditempat.
Contoh yang kedua, ada seorang salesman yang bekerja di suatu
perusahaan. Seperti perusahaan lainnya, mereka menerapkan sistem bonus.
"Jika anda mencapai target yang telah ditentukan, maka anda akan mendapat
bonus jalan-jalan keluar negeri!" kata managernya. "Gimana, semangat?"
lanjut manager berinteraksi. "Semagaat..ngat..ngat!" sambut salesman,
sambil mengepalkan tangannya seolah siap tempur. Bulan demi bulan pun
berlalu tanpa pencapaian target. Kemudian si manager bertanya,"Apa bonus
yang aku tawarkan kurang besar?". "Enggak kok Pak, cukup besar,
mudah-mudahan bulan depan tercapai Pak". Setelah 3 bulan masa 'iming-iming'
tak berhasil, si manager mulai mengubah strategi. Dia berteriak agak
menekan di dalam meetingnya,"Pokoknya, jika anda tidak bisa mencapai target
penjualan yang sudah saya tetapkan, anda saya PECAT!". Nah, keluarlah
keringat dingin si salesman. Sekeluar dari ruangan dia langsung menyambangi
calon-calon customernya, kerjanyapun semakin giat. Malas, malu, nggak
pe-denya hilang seketika. Kok bisa? Karena KePePet! Yang dia pikirkan, jika
dia tidak dapat memenuhi target, dia akan dipecat. Jika dipecat,
penghasilannya akan nol. "Trus anak istriku makan apa?" pikirnya. Anehnya,
target penjualan yang selama ini tidak pernah tercapai, bisa juga
terlampaui. Itulah yang disebut The Power of Kepepet.
97% orang termotivasi karena Kepepet, bukan karena iming-iming.
Maka dari itu ada pepatah mengatakan bahwa "Kondisi Kepepet adalah motivasi
terbesar di dunia!". Banyak perusahaan mengkampanyekan Visi besarnya kepada
seluruh karyawannya. Apa jawab mereka? "Emang gua pikirin!". Bukannya salah
karyawan yang tidak peduli terhadap visi perusahaan, tapi karena visi itu
tak terlihat oleh karyawan. Mereka lebih termotivasi oleh sesuatu yang
berupa ancaman, baik situasi dimasa mendatang ataupun berupa punishment.
John P. Kotter (Harvard Business Review) mengemukakan "Establishing Sense
of Urgentcy" adalah langkah pertama untuk menggerakkan perubahan dalam
suatu organisasi. Dengan melihat ancaman-ancaman terhadap kompetisi dan
krisis, membuat mereka tergerak, sebelum mengkomunikasikan visi. Fungsi
Visi adalah memberikan arah, sedangkan The Power of Kepepet yang mendorong
untuk bergerak.
MENCIPTAKAN KONDISI KEPEPET
Coba amati biografi orang-orang sukses, banyak dari mereka yang
'kepepet' sebelumnya. Seperti pegas, saat kita tekan, maka akan menimbulkan
gaya tolak yang lebih besar. Trus, apa yang harus kita lakukan? Cara
pertama untuk mengeluarkan 'potensi kepepet' kita, dengan cara
menvisualisasikan (membayangkan) seolah-olah kita dalam kondisi kepepet,
maka kita akan memfungsikan organ tubuh dan hormon-hormon kita, bekerja
secara maksimal. Misalnya, bayangkan jika hari ini Anda di-PHK, apa yang
Anda rasakan?
Cara kedua, menciptakan kondisi kepepet secara fisik. Misalnya
dengan berhutang untuk modal usaha, secara otomatis akan membuat kita
termotivasi untuk mengembalikan hutang. Atau, bisa juga kita terima orderan
langsung, meskipun usaha belum mulai. Ada juga yang memberanikan diri
membayar DP (uang muka) sewa ruko/ kios, setelah itu terpaksa berpikir
bagaimana melunasinya. Jika Anda masih single dan tidak punya tanggungan
keluarga, mungkin Anda mau langsung mencoba keluar kerja dan mulai usaha?!
Semua itu pilihan Anda lho, jangan salahkan saya untuk risikonya.
Tergantung dari karakter masing-masing orang. Saya menempuh cara yang
terakhir, cukup konyol, tapi berhasil. Namun jangan lupa, Integritas dan
Kredibilitas tetap harus dijaga.
Cara manapun yang akan Anda pilih, yang penting MELANGKAH,
jangan kebanyakan mikir atau sekedar membaca tulisan saya ini. Karena
kehidupan Anda tidak akan berubah hanya dengan membaca, tapi dengan ACTION.
semoga berguna.
kurang dari 5 juta sebulan. Apakah Anda bisa mendapatkan uang 50 juta, jam
9 esok hari?" Saat saya menanyakan pertanyaan ini kepada peserta seminar,
hampir semua menjawab, tidak bisa. Kenapa? Karena mereka mengukur
kemampuannya berdasarkan kondisi normal mereka. Dengan penghasilan 5 juta
perbulan, jika saving-nya 2 juta perbulan, maka perlu 25 bulan untuk
mendapatkan 50 juta.
Bagaimana jika pertanyaan saya ubah? Seandainya, malam hari ini,
anak Anda atau orang yang paling Anda sayangi mendadak sakit keras. Dokter
mendiagnosa ada sebuah tumor ganas yang harus dioperasi besok juga, jika
tidak, maka nyawanya akan melayang. Sedangkan operasi hanya bisa
dilaksanakan jika Anda menyerahkan uang tunai sejumlah 5 juta rupiah
sebelum jam 9 esok hari. Bagaimana? Apakah Anda masih akan mengatakan tidak
bisa? Mayoritas akan menjawab, "Harus bisa". Kenapa? Karena kepepet, jika
tidak, nyawa orang yang kita cintai tsb akan melayang.
Jadi sebenarnya jika dalam kondisi yang kepepet dan tidak
diberikan pilihan untuk "tidak bisa", manusia akan mencari jalan untuk
berpikir "bagaimana harus bisa". Tetapi kenapa sukses, kaya, membahagiakan
orang tua atau keluarga, seolah bukan suatu kebutuhan yang mendesak?
Sesungguhnya manusia telah diciptakan dengan potensi luar biasa, di luar
apa yang kita pikirkan. Hanya saja potensi tersebut seringkali hanya akan
keluar pada kondisi terdesak, seperti seorang nenek bisa melompat dari
gedung setinggi 5 meter, saat kebakaran.
KEPEPET VS IMING-IMING
Ada 2 sebab yg membuat orang tak tergerak untuk berubah. Yang
pertama adalah impiannya kurang kuat, yang kedua tidak kepepet. Dua hal
tersebut yang seringkali disebut orang sebagai motivasi. Kesalahan fatal
yang timbul oleh sebagian besar motivator ataupun trainer motivasi lainnya
adalah hanya menggunakan impian sebagai 'iming-iming' untuk menggerakkan
audiens. "Apa Impian anda? Siapa yang impiannya punya mobil mewah? Rumah
mewah? atau bahkan kapal pesiar?" Memang, saat di ruang seminar, mereka
sangat terbawa dan termotivasi oleh sang motivator. Tapi masalahnya,
sepulang dari seminar, mereka dihantam kemalasan, mungkin juga
halangan-halangan bahkan seringkali oleh orang-orang yang mereka sayangi.
Apa jadinya? Mereka tetap diam ditempat.
Contoh yang kedua, ada seorang salesman yang bekerja di suatu
perusahaan. Seperti perusahaan lainnya, mereka menerapkan sistem bonus.
"Jika anda mencapai target yang telah ditentukan, maka anda akan mendapat
bonus jalan-jalan keluar negeri!" kata managernya. "Gimana, semangat?"
lanjut manager berinteraksi. "Semagaat..ngat..ngat!" sambut salesman,
sambil mengepalkan tangannya seolah siap tempur. Bulan demi bulan pun
berlalu tanpa pencapaian target. Kemudian si manager bertanya,"Apa bonus
yang aku tawarkan kurang besar?". "Enggak kok Pak, cukup besar,
mudah-mudahan bulan depan tercapai Pak". Setelah 3 bulan masa 'iming-iming'
tak berhasil, si manager mulai mengubah strategi. Dia berteriak agak
menekan di dalam meetingnya,"Pokoknya, jika anda tidak bisa mencapai target
penjualan yang sudah saya tetapkan, anda saya PECAT!". Nah, keluarlah
keringat dingin si salesman. Sekeluar dari ruangan dia langsung menyambangi
calon-calon customernya, kerjanyapun semakin giat. Malas, malu, nggak
pe-denya hilang seketika. Kok bisa? Karena KePePet! Yang dia pikirkan, jika
dia tidak dapat memenuhi target, dia akan dipecat. Jika dipecat,
penghasilannya akan nol. "Trus anak istriku makan apa?" pikirnya. Anehnya,
target penjualan yang selama ini tidak pernah tercapai, bisa juga
terlampaui. Itulah yang disebut The Power of Kepepet.
97% orang termotivasi karena Kepepet, bukan karena iming-iming.
Maka dari itu ada pepatah mengatakan bahwa "Kondisi Kepepet adalah motivasi
terbesar di dunia!". Banyak perusahaan mengkampanyekan Visi besarnya kepada
seluruh karyawannya. Apa jawab mereka? "Emang gua pikirin!". Bukannya salah
karyawan yang tidak peduli terhadap visi perusahaan, tapi karena visi itu
tak terlihat oleh karyawan. Mereka lebih termotivasi oleh sesuatu yang
berupa ancaman, baik situasi dimasa mendatang ataupun berupa punishment.
John P. Kotter (Harvard Business Review) mengemukakan "Establishing Sense
of Urgentcy" adalah langkah pertama untuk menggerakkan perubahan dalam
suatu organisasi. Dengan melihat ancaman-ancaman terhadap kompetisi dan
krisis, membuat mereka tergerak, sebelum mengkomunikasikan visi. Fungsi
Visi adalah memberikan arah, sedangkan The Power of Kepepet yang mendorong
untuk bergerak.
MENCIPTAKAN KONDISI KEPEPET
Coba amati biografi orang-orang sukses, banyak dari mereka yang
'kepepet' sebelumnya. Seperti pegas, saat kita tekan, maka akan menimbulkan
gaya tolak yang lebih besar. Trus, apa yang harus kita lakukan? Cara
pertama untuk mengeluarkan 'potensi kepepet' kita, dengan cara
menvisualisasikan (membayangkan) seolah-olah kita dalam kondisi kepepet,
maka kita akan memfungsikan organ tubuh dan hormon-hormon kita, bekerja
secara maksimal. Misalnya, bayangkan jika hari ini Anda di-PHK, apa yang
Anda rasakan?
Cara kedua, menciptakan kondisi kepepet secara fisik. Misalnya
dengan berhutang untuk modal usaha, secara otomatis akan membuat kita
termotivasi untuk mengembalikan hutang. Atau, bisa juga kita terima orderan
langsung, meskipun usaha belum mulai. Ada juga yang memberanikan diri
membayar DP (uang muka) sewa ruko/ kios, setelah itu terpaksa berpikir
bagaimana melunasinya. Jika Anda masih single dan tidak punya tanggungan
keluarga, mungkin Anda mau langsung mencoba keluar kerja dan mulai usaha?!
Semua itu pilihan Anda lho, jangan salahkan saya untuk risikonya.
Tergantung dari karakter masing-masing orang. Saya menempuh cara yang
terakhir, cukup konyol, tapi berhasil. Namun jangan lupa, Integritas dan
Kredibilitas tetap harus dijaga.
Cara manapun yang akan Anda pilih, yang penting MELANGKAH,
jangan kebanyakan mikir atau sekedar membaca tulisan saya ini. Karena
kehidupan Anda tidak akan berubah hanya dengan membaca, tapi dengan ACTION.
semoga berguna.
Tag :
The Power kepepet
0 Comments for "The Power of Kepepet .......dan kebetulan-kebetulanpun terjadi..."